Subhanallah..Walhamdulillah..Wasyukrulillah..
Bait puji dan syukur semestinya kita ucapkan. Tak
tahu kapan cukupnya ucapan itu untuk mengganti semuanya. Semua kenikmatan. Pun
tanpa kita minta, begitu sang Maha baik memberikan nafas yang dengannya kita
dapat merenung. Merenungi bahwa tak ada alasan untuk kita tak bersyukur. Atas
pemberiannya akan kemudahan setiap tapak langkah. Atas kasih sayang mereka yang
menentukan keridhoan Allah terhadap kita. Pun atas kemampuanmu untuk memahami
apa yang ada dihadapan kita.
Jatuh cinta pada yang katanya lebih
luas dari samudra dan perairan yang tak pernah kering. Jatuh cinta. Jatuh cinta
pada indahnya ketinggian ilmu. Yes! Beberapa mimpi indah. Tidak! Aku menamainya
dengan cita-cita, bukan mimpi. Caraku memaknainya sederhana, bahwa cita-cita
lebih nyata. Berapa banyak bibir yang mencibir. Berapa banyak ocehan
menjatuhkan. Wah sampai mentertawakan, sekali tak tertawa tersenyum dengan
ejekan. Walau tak ada hak untuk menilai, pun menghakimi. Allah maha tau. Allah
tau bagaimana cara untuk memeluk mimpi, cita-cita. Begitu banyak list
keinginanmu, cita-citamu. Tuliskan setinggi mungkin sampai bintang enggan
mencapainya. Tapi tidak, tidak tanpa untaian doa dalam sholatmu. Tak ada daya
mu tanpa-Nya. Karena kau akan memeluk mimpimu, cita-citamu dengan cara-Nya.
Berkaca dari Musa AS, terus mengasah “gergajinya”
mendalamkan pemahamannya, menajamkan pengertiannya. Dialah yang teralim dan
terpandai di kalangan Bani Israil saat itu, karena Allah tegaskan sekalipun
tujuh lautan menjadi tinta dan semua kayu-kayuan menjadi pena untuk menuliskan
ilmu-Nya, tak akan cukup untuk menuliskannya. Begitu semangat Musa. Dia
mengatakan “Aku takkan berhenti berjalan hingga sampai pertemuan 2 lautan atau
aku akan berjalan bertahun-tahun!” tidak kah hati ini bergetar dengan tekad
semangatnya, dengan waktu yang kita miliki, lebih banyak kita lalai. Panjangnya
waktu plus kesabaran merupakan suplemen bagi penuntut ilmu kata Imam
Asy-Syafi’i. Lalu bagaimana jika waktu kita banyak tak berarti disalah gunakan,
begitu banyak kerugian. Lebihnya kita gunakan waktu itu dengan maksiat. Sama
dengan mempertumpul kemampuan kita dalam menyerap cahaya itu.
“Kuadukan pada Imam Waki’ buruknya hafalan. Maka
dia arahkan aku tinggalkan kemaksiatan. Nasihatnya, sungguh ilmu Allah adalah
cahaya. Dan cahaya Allah tidak diberikan pada pendurhaka” (Imam Asy-syafi’i)
Jangankan berbuat maksiat, kita kotori sedikit
saja diri kita dalam menuntut ilmu seharusnya tak pantas. Seperti Ilmu yang
lebih luas dari samudera dan segala perairan dari semua penjuru. Kamu cukup
memasukan cita-citamu seperti kertas kedalam botol, menutupkan dan melemparnya
kelautan tanpa membuat kertas itu basah. Karena Allah dekat, Karena Alllah maha
kuasa atas segala sesuatu.
Belajar adalah jalan cahaya, menuntunmu keluar
dari kegelapan dunia, membawamu kejalan yang lurus, dan mengangkat derajatmu.
Imam Sufyan Ats-Tsauri, “Tak ada yang lebih agung dibawah derajat kenabian,
selain belajar dan mengajarkan”
Menarik benang merah. Begitu banyak nikmat-Nya
hingga pasti tak akan pernah mampu untuk membalasnya. Paling tidak hidup ini
mampu menjadi seperti mata air, mata air yang jernih. Bermanfaat untuk sesama
dengan Ketinggian keindahan ilmu. Ilmu yang luas seperti samudra dan seluruh
perairan diseluruh penjuru bumi dan mata air yang jernih, tak pernah kering,
menjadi salah satu bagian terpenting dari kehidupan makhluk bermanfaat untuk
sesama. Bagaimana tidak padi tumbuh dengan siramannya, ikan-ikan akan
klepek-klepek tanpanya, pun manusia sangat memerlukannya.
Mata air yang jernih, visioner. Titik mula
kebaikan untuk sesama.
MEGAMAKNA HIDUP MATA AIR YANG
JERNIH
Subhanallah..Walhamdulillah..Wasyukrulillah..
Bait puji dan syukur semestinya kita ucapkan. Tak
tahu kapan cukupnya ucapan itu untuk mengganti semuanya. Semua kenikmatan. Pun
tanpa kita minta, begitu sang Maha baik memberikan nafas yang dengannya kita
dapat merenung. Merenungi bahwa tak ada alasan untuk kita tak bersyukur. Atas
pemberiannya akan kemudahan setiap tapak langkah. Atas kasih sayang mereka yang
menentukan keridhoan Allah terhadap kita. Pun atas kemampuanmu untuk memahami
apa yang ada dihadapan kita.
Jatuh cinta pada yang katanya lebih
luas dari samudra dan perairan yang tak pernah kering. Jatuh cinta. Jatuh cinta
pada indahnya ketinggian ilmu. Yes! Beberapa mimpi indah. Tidak! Aku menamainya
dengan cita-cita, bukan mimpi. Caraku memaknainya sederhana, bahwa cita-cita
lebih nyata. Berapa banyak bibir yang mencibir. Berapa banyak ocehan
menjatuhkan. Wah sampai mentertawakan, sekali tak tertawa tersenyum dengan
ejekan. Walau tak ada hak untuk menilai, pun menghakimi. Allah maha tau. Allah
tau bagaimana cara untuk memeluk mimpi, cita-cita. Begitu banyak list
keinginanmu, cita-citamu. Tuliskan setinggi mungkin sampai bintang enggan
mencapainya. Tapi tidak, tidak tanpa untaian doa dalam sholatmu. Tak ada daya
mu tanpa-Nya. Karena kau akan memeluk mimpimu, cita-citamu dengan cara-Nya.
Berkaca dari Musa AS, terus mengasah “gergajinya”
mendalamkan pemahamannya, menajamkan pengertiannya. Dialah yang teralim dan
terpandai di kalangan Bani Israil saat itu, karena Allah tegaskan sekalipun
tujuh lautan menjadi tinta dan semua kayu-kayuan menjadi pena untuk menuliskan
ilmu-Nya, tak akan cukup untuk menuliskannya. Begitu semangat Musa. Dia
mengatakan “Aku takkan berhenti berjalan hingga sampai pertemuan 2 lautan atau
aku akan berjalan bertahun-tahun!” tidak kah hati ini bergetar dengan tekad
semangatnya, dengan waktu yang kita miliki, lebih banyak kita lalai. Panjangnya
waktu plus kesabaran merupakan suplemen bagi penuntut ilmu kata Imam
Asy-Syafi’i. Lalu bagaimana jika waktu kita banyak tak berarti disalah gunakan,
begitu banyak kerugian. Lebihnya kita gunakan waktu itu dengan maksiat. Sama
dengan mempertumpul kemampuan kita dalam menyerap cahaya itu.
“Kuadukan pada Imam Waki’ buruknya hafalan. Maka
dia arahkan aku tinggalkan kemaksiatan. Nasihatnya, sungguh ilmu Allah adalah
cahaya. Dan cahaya Allah tidak diberikan pada pendurhaka” (Imam Asy-syafi’i)
Jangankan berbuat maksiat, kita kotori sedikit
saja diri kita dalam menuntut ilmu seharusnya tak pantas. Seperti Ilmu yang
lebih luas dari samudera dan segala perairan dari semua penjuru. Kamu cukup
memasukan cita-citamu seperti kertas kedalam botol, menutupkan dan melemparnya
kelautan tanpa membuat kertas itu basah. Karena Allah dekat, Karena Alllah maha
kuasa atas segala sesuatu.
Belajar adalah jalan cahaya, menuntunmu keluar
dari kegelapan dunia, membawamu kejalan yang lurus, dan mengangkat derajatmu.
Imam Sufyan Ats-Tsauri, “Tak ada yang lebih agung dibawah derajat kenabian,
selain belajar dan mengajarkan”
Menarik benang merah. Begitu banyak nikmat-Nya
hingga pasti tak akan pernah mampu untuk membalasnya. Paling tidak hidup ini
mampu menjadi seperti mata air, mata air yang jernih. Bermanfaat untuk sesama
dengan Ketinggian keindahan ilmu. Ilmu yang luas seperti samudra dan seluruh
perairan diseluruh penjuru bumi dan mata air yang jernih, tak pernah kering,
menjadi salah satu bagian terpenting dari kehidupan makhluk bermanfaat untuk
sesama. Bagaimana tidak padi tumbuh dengan siramannya, ikan-ikan akan
klepek-klepek tanpanya, pun manusia sangat memerlukannya.
Mata air yang jernih, visioner. Titik mula
kebaikan untuk sesama.